Senin, 13 Februari 2017

Jembatan:

Aku menyusuri jembatan,
yang terbentang diantara sebuah jarak
tapi kamu tahu? Jarak bukan pengahalang untuk kita bertemu, bukan?
karena jembatan terbatas pada jarak
sedangkan rindu; “tidak berbatas, sayang”

Aku mulai melangkah di jembatan,
yang katamu ‘selalu berjarak’
tapi kamu tahu? Setiap langkah ini selalu menyenangkan—bagiku.
karena ada kamu yang menungguku diujung sana
sedangkan kamu; meragukan keyakinanku

(Sebentar) Aku sampai di ujung jembatan,
yang penuh suka kususuri dalam percaya
tapi kamu? Membuat jarak baru
lalu,

memendar pergi
gambar: http://bahasapedia.com/mewarnai-pemandangan-jembatan-sungai/

Senin, 06 Februari 2017

Teruntuk kamu:

Teruntuk angin,
biar saja desirmu menelisik sukmaku
hingga makna ada memberi nuansa.

Teruntuk embun,
biar saja bulirmu meresapi kulitku
hingga basah membawa teduh suasana.

dan teruntuk kamu,
biar saja rindu menemani

dalam rapal-rapal tentang cinta.

2017

Kamis, 17 November 2016

ROMANSA

Jika kita akhirnya bertemu, mungkinkah romansa akan terjadi? Ah, bukan pastinya. Lalu katamu, “...mungkin takdir?”, bagaimana mungkin takdir sedangkan tuhan saja tidak kupercayai.
Udara panas ini semakin mendera. Entah kenapa saat ini yang ada hanya gelisah ketika sepucuk surat tetiba datang. Surat ini meminta balas yang bukan dengan kata tapi hati. Ini membuatku lega sekaligus luka. Hatiku beku, padahal saat ini panas. Namun ketika kamu katakan, “...ini aku, raihlah mimpimu”. Bisa apa aku coba? (dulu) dalam gelisah aku menunggu. Ya. Tapi itu dulu! Sial kenapa aku terus mengingatmu.
Jika kita akhirnya bertemu, mungkinkah romansa akan terjadi? Ah, bukan kamu yang aku takuti namun kenangan. Katamu, “...alasanku aku di sini adalah kamu. Bagaimana mungkin bekas luka ini bisa hilang? Sedangkan patah tulang bisa hilang walau sedikit. Tapi luka hati bagaimana mungkin bisa hilang. Aku bisa membasuh lukamu dengan air mata ini.”
Sesaat resahku menepi. Rasa gundah sejenak beranjak dari lamunan tentangmu. Caramu mengartikan rasa (kita) terasa laksana manis mengucapkan makna.
...jalanku untuk pulang ada padamu. Andai ini bisa semulus harapanku. Ah, aku tak boleh mengingkari kenyataan yang sudah terjadi. Mendadak hatiku terasa ringkih, terjebak diantara rasa yang tak seharusnya kucipta.
Aku putuskan untuk membalas suratnya:
Mungkin lelah yang membuatku tidak sadar akan hadirmu. Setidaknya hadirmu, meski dalam ingatan (sebenarnya) sudah membuatku senang. Aku tahu, hanya kamu yang sepenuhnya tahu segala yang jadi inginku. Kamu juga yang paham bagaimana menerjemahkan rasa. Terasa kini hadirmu—dalam sepucuk surat ini—dapat menuai rinduku. Rindu yang sejauh ini aku pupuk dalam luka. Sebenarnya, aku tak mau membicarakan luka. Tapi mengingatmu adalah luka. Sedangkan hadirmu adalah dahaga akan nuansa rindu. Ajakanmu, membuatku luluh lagi. Kamu tahu kalau setiaku sudah teruji, tanpa harus kamu pinta. Hatimu beku. Mungkin lelah yang membuatmu tidak sadar akan hadirnya diriku. Hatimu beku. Padahal aku sedang pertahankan hati untuk tidak mengenangmu.
Keraguan itu muncul kembali. Karena datangnya sebuah gundah yang membuat hati selalu saja merasa tak nyaman. Awalnya aku melihatnya sebagai sosok yang baru. Ya, aku memang rindu akan nuansa yang ada. Aku awali semua ini dengan sebuah keraguan;
“Harus darimana aku memulainya?”
Jawaban itu masih ada dibenakku. Air mata yang jatuh tak akan mengubah semua kenangan menjadi ada sebagai sebuah realita. Aku menjadi muak dengan semua ini. Aku sungguh merasa sakit dengan nuansa ini. ah, anjing. Aku ingin keluar dari malapetaka ini. aku..aku..aku mungking sudah gila.
Benar aku rasakan hangatnya genggaman tanganmu. Tak salah pula jika aku merasa nyaman jika berdua denganmu. Inikah sungguh perasaan terpendam itu? Aku selingkuh dalam bayangan tentangnya.
Entah mengapa aku sangat menikmati pertemuan. Aku pandangi setiap senyuman yang memancar manis dari wajahmu. Aku rasakan pula indah setiap pandangan dalam nuansa indah tentangmu. Ah, mungkin aku rindu dengan nuansa cinta seperti ini. Ya, sayang. Mungkin aku memang benar-benar rindu padamu.
Aku pandangi lagi paras wajahnya. Dia cantik hari ini, dan sungguh aku memujinya. Setiap perjalanan waktu aku sadari bahwa memang inilah rasa yang tertinggal dalam sebuah pinta. Dan aku pun merasa suka akan keberadaan dirimu di sisiku. Namun masih sempat aku berpikir;

“Aku selingkuh. Atau memang inikah cinta?”

Jumat, 30 September 2016

Pemuka baru

Saya akan memulai dengan sapaan, "Hai..Halo..Apa kabar?"
Rasanya sudah terlalu lama saya membiarkan blog ini hampa tanpa rasa (baca: tanpa tulisan). Sebetulnya ada beberapa yang ingin saya bagi dalam tulisan, hanya saja saya punya alasan mengapa tidak jadi untuk menuliskannya di media ini. Lama sekali rasanya, dua atau tiga tahun terakhir ketika saya memosting tulisan yang terakhir. Sebagai bentuk pertanggung jawaban, mulai minggu depan saya akan memulai kembali mengisis blog ini. Sama seperti dulu ketika pertama kali menulis di media ini, saya merasa mendapat 'teman' baru untuk berbagi dalam tulisan. Oleh karena itu, tulisan berikutnya akan saya dedikasikan kepada 'teman' itu. Tunggu aku dalam kata.

Senin, 17 November 2014

Namamu, nak: Arti, Pertanggungjawaban, dan Doa.

Tepat dipernikahan kami yang memasuki tahun kedua, kami diberi amanah untuk membesarkan dua anak. Anak pertama kami lahir pada hari Jumat dini hari pukul 01. 20 lelaki bernama Adam Nahari Sastraguna. Selang setahun, anak kedua kami lahir. Tepatnya lahir hari Kamis sore pukul 16.20, lelaki bernama Alby Aksa Sastraprawira. Keduanya lahir melalui proses cecar yang sangat menguras tenaga ibunya. Tulisan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap pemberian nama terhadap kedua anak kami. Tentang arti, pertanggungjawaban, dan doa kami orang tua.

ADAM NAHARI SASTRAGUNA
Adam Nahari Sastraguna, anak lelaki pertama kami ini lahir dengan proses persalinan yang cukup lama. Setelah mengalami proses persalinan secara normal hingga pembukaan sepuluh, akhirnya dokter memutuskan untuk mengambil jalan operasi. Ada beberapa pertimbangan mengapa kami memutuskan untuk memberinya nama Adam. Adam, kami artikan sebagai nama yang merepresentasikan ke-lelaki-an. Adam pula yang merupakan lelaki pertama yang ada di dunia. Adam, diartikan sebagai anak lelaki pertama yang lahir dikehidupan kami. Kata 'Nahari' berasal dari bahasa Arab yang lebih kurang dapat diartikan sebagai pengorbanan. Selanjutnya, kata 'Sastraguna, melekat erat sebagai satu kesatuan. Walaupun sebetulnya arti kedua kata tersebut memiliki perbedaan. Kata 'Sastra' bermakna baik atau sesuatu yang mengandung kebaikan. Sedangkan kata 'guna' bermakna kegunaan, memiliki guna, atau berguna. Dengan demikian, Adam Nahari Sastraguna bermakna lelaki baik yang siap berkorban bagi keluarga, agama, negara, dan bangsa. Itu harapan dan doa kami sebagai orang tua bagi dia, Adam Nahari Sastraguna.

ALBY AKSA SASTRAPRAWIRA
Alby Aksa Sastraprawira, anak kedua kami yang lahir bertepatan dengan peringatan hari Pramuka 14 Agustus 2014. Bukan tanpa alasan kenapa kami memutuskan melakukan proses persalinan pada tanggal tersebut. Hari Pramuka setiap tahunnya selalu diperingati tanggal 14 Agustus, tanggal dan hari ini merupakan hari yang spesial bagi bapak kami Rustam Efendie. Beliau merupakan pegiat aktif dalam dunia kepanduan/pramuka di Indonesia. Sebagai bentuk hormat terhadap beliau, kami persembahkan kelahiran anak lelaki kedua yang mudah-mudahan kelak bisa meneruskan tradisi berbakti baik yang diwariskan dari bapak kami.
Alby, albi, qalbi dalam bahasa Arab dapat berarti hati. Pelafalan kata qalbi/qalbu dalam bahasa Arab Mesir dilafalkan 'albi', sehingga kami memutuskan untuk menggunakan kata 'Alby' dengan menggunakan konsonan 'Y' sebagai nama anak lelaki kedua kami. Aksa, berasal dari kata 'ikhsan' yang telah mengalami proses pembentukkan kata secara etno-linguistik sehingga kata 'Aksa' tersebut bisa diartikan sebagai manusia. Kata Sastraprawira, melekat menjadi satu kesatuan walaupun dalam pemaknaan kami artikan secara terpisah. Kata 'Sastra' sama seperti apa yang kami harapkan pada nama anak lelaki pertama kami. Dari kata Sastra tersebut kami berharap kelak dapat menjadi manusia yang baik. Kata Prawira merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa Sunda yang berarti perwira atau kesatria. Dengan demikian, Alby Aksa Sastraprawira bermakna manusia baik hati dan berjiwa kesatria. Seperti itulah harapan dan doa kami bagi dia, Alby Aksa Satraprawira.
Jikalau tulisan ini menjadi sebuah bentuk pertanggungjawaban, kelak ini merupakan jawaban dari segala pertanyaan tentang arti nama kalian berdua, anak-anakku. Arti, makna, dan filsosofi nama kalian berdua merupakan harapan dan doa kami orang tuamu. Kelak, kalian akan tumbuh dewasa dan jadilah seperti yang kami berdua harapkan. 


Salam hangat dan penuh cinta 
Dari Ayah dan Mabun.
Takzim

Selasa, 25 Maret 2014

Tatal Perona

Dalam temaram lampu malam, aku mengingat (lagi) semua yang telah berakhir. Semua jalan yang terlintas seperkian detik yang lalu, aku tak bisa kembali pada nuansa—yang tadi ada. Ada masa ketika aku hendak kembali pada-Nya. Ada kala aku ragu pada waktu yang terus mengejar tiba. Namun, ada sebab dan ada akibat dari semua yang menjadi.
Soal menemanimu saat ini adalah akibat. Akibat dari adanya sebab rasa yang meminta. Yang mungkin ini tak bisa dijawab untuk sekedar menjawab semua tanya darimu seperti, “kenapa?”. Ini tentang rasa yang tak bisa dijawab dengan kata. Ini tentang hati yang tidak cukup diwujudkan lewat bahasa. Biar rasa ini selalu ada di hati, dan kamu tahu bahwa aku mau hidup samsara bersamamu.
Katamu, “Aku terjebak dalam perangkap yang kamu buat, sayang.”
Lalu
“Aku bukan gerilyawan yang siap menjebak dan membuatmu terperangkap dalam pasung yang kubuat. Ini tentang perwujudan rasa yang harus menjadi. Dan layaknya titian sungai, akhirnya muara itu ada pada dirimu.”
Gombal
Tertawa mungkin bisa melepas sejenak penat dalam sekap. Aku tahu, bahwa tertawa “bahagia” seperti ini jarang bisa kita lakukan, sayang. Hahaha...biar saja kita nikmati dulu barang sejenak ke-“bahagia”-an ini.
...
...
Kecupan lembutmu mengingatkan aku untuk kembali membumi. Ya, kembali pada kenyataan yang sebelumnya aku terlalu mengawang-awang dalam lamunan. Namun, adanya dirimu dalam dekapan membuat aku tahu bahwa ini hidup yang ada saat ini. Ini nyata, bukan dunia rekaan semata. Ini belawan, bukan sekaan yang menguap sebentar hilang. Sudahlah, aku terlalu melankoli dan sendu. “Mari kita bersama”, Kataku sembari mengajaknya hidup nyata.
Akhirnya;
“Mari kita lewati hidup yang penuh samsara ini. Biarkan sejenak yang lalu ada sebagai bagian dari alur hidup yang adakalanya dihinggapi digresi. Namun, kita percaya bahwa sekarang saat ini yang ada adalah dua rasa yang beradu—dalam sebuah traktat.”


Pagi di bulan Maret 2014

Senin, 15 Juli 2013

Adam Nahari Sastraguna

Anak adalah anugrah terbesar untuk saya dan istri saat ini. Adam Nahari Sastraguna, yang secara etimologis dapat diartikan; Adam sebagai lelaki, Nahari (bahasa Arab) berarti Pengorbanan, Sastra (dari bahasa urdu Shastra) berarti baik, Guna yang dimaknai sebagai berguna. Adam Nahari Sastraguna, saya maknai sebagai lelaki baik dan berguna yang siap berkorban untuk agama, orang tua, dan bangsa. Amin.
Kelak, ketika dewasa nanti harapan kami semua makna yang tertera pada namanya akan menjadi nyata. amin.