Senin, 31 Mei 2010

For a memory with you.


Tak mengapa jika semua harus menjadi seperti ini, jangan tanya kenapa...

Ada getar ketika aku sebentar merasakan kehangatan ini. Ya, denganmu menghabiskan senja kali ini, di pantai yang tentunya indah ini. Selang sejenak dari pertemuan denganmu tadi begitu hikmat terasa. Entah mengapa rasa itu ada, mungkin karena aku rindu padamu. Jika 'ya' perasaan itu rindu aku harap aku benar menuangkannya padamu, jika tidak sebenarnya itu hanya luapan sementara antara perjumpaan dengan beban rasa yang dilema.

Untuk apa kita bersama jika semua hanya dus...

Ketika aku larut dalam hangatnya pelukanmu, aku merasakan begitu dekatnya kita sebagai individu yang saling merasa. Rasanya aku masih dapat mengingat bagaimana desahan nafasmu yang mulai terengah, dan hal itu sama seperti saat ini ada dalam pelukanmu. Aku cium pula serangkaian harum rambutmu yang terurai, dan ini merupakan hal yang baru darimu karena saat bersamaku dulu (ya aku masih ingat) rambutmu pendek dan itu lucu. Aku ingin melepas pelukanmu untuk bertanya sesuatu, "Mengapa ada pertemuan denganmu lagi? Sebenarnya aku muak dengan segala dus...".

"Mengapa kau melepasku, jika cinta masih ada dalam...?" itu katamu.

Karena aku mencintaimu, untuk itu aku melepasmu. Adakalanya realita tak sama dengan semua cita yang diharapkan ada nyata. Biar saja ini menjadi kenangan, yang paling tidak bisa menjadi sebuah cerita ditulisan ini. Untuk saat ini dan nanti.



: aneh mengapa bisa menulis ini, dan di siang bolong pula.

Sabtu, 29 Mei 2010

Jamjarikuring...

Saat ini aku tak bisa lagi mengeja kata (per-) sahabat (-an) dan Cinta. Entah mengapa aku sulit sekedar untuk mengatakannya, bahwa kamu adalah sahabatku dan dinda adalah cintaku.
Terlepas dari semua itu, aku ingin memulai hal yang baru tanpa merasa benar dan harus menyalahkan diri sendiri lagi. Selepas dzuhur hari ini, aku ingin merasakan hangatnya percakapan denganmu lagi. "Ya, aku butuh anda guruku". Seperti tuturanmu:

Tiada pengetahuan diperoleh tanpa mencari, tiada kesentosaan tanpa rasa sakit yang tak alang kepalang, tak ada kebahagiaan tanpa kesengsaraan. Setiap pencari mesti, pada suatu ketika atau saat lainnya, mengalami pertentangan kewajiban, yang mengaduk-aduk hati (Baghavad Gita).

Rabu, 26 Mei 2010

Jejak kenangan untuk simfoni yang indah


Sebuah jawaban untuk resah;
Betul seperti begitu banyak penjelasan yang kau ungkapkan tentang aku (dan aku ingin berbicara tentang aku). Selama ini memang hanya kau paling mengetahui tentang aku (dengan segala kekurangan dan sedikit kelebihan), dan semua tak seimbang karena aku tak bisa mendalamimu ataupun memahamimu seperti yang kau lakukan untukku. Aku mohon maaf atas semua itu.
Ya, benar. Aku memang selalu (pe-) ragu. Dan tentunya kau sudah tahu dari dulu bahwa aku memang seperti itu. Tapi aku ingin memberitahumu, dibalik keraguan tersebut sebenarnya aku tidak diam, aku berpikir, dan selalu mencari cara yang terbaik untuk semuanya (itu yang aku maknai sebuah 'Harmoni'). Tentang 'jingga', aku menggunakan kata tersebut untuk menganalogikan perasaan hatiku tentang suasana yang terjadi.
Aku hanya ingin mengatakan padamu, jangan salahkan perasaan yang ada, dan aku pun menyadari kesalahanku selama ini (atas waktu yang pernah kita lalui) yang (selalu) salah menempatkan batas wajar dari semua tentang perjumpaan, pergumulan, dan tentang kedekatan.
Kau tanyakan padaku,"mengapa tak kau yang memulai harmoni itu?" (ketika itu). Aku ingin memulainya pada saat itu, dengan caraku dan mencari tempat yang nyaman untuk kita bicara. Selepas kau tinggalkan kami, saat itu pun aku kecewa dan hal yang selama ini menjadi keresahanku menjadi randu kembali. Ya, seperti itulah aku, dibatas tapal akan kejenuhan nurani. Dan aku selalu bertanya, "Mengapa hubungan yang selalu aku jalani harus (melulu) salah?".
Jika cinta bagimu doa..aku memintamu jangan berhenti untuk mendoakanku, begitu pula aku akan selalu mendoakanmu..Tentunya doa dengan nuansa yang berbeda, dan kau tahu apa maksudnya dari pernyataanku ini.

untuk sebuah kenangan:
Aku pernah bertanya padamu (dulu), "Apakah dengan menuliskan resah dapat dikatakan benar? Karena bagiku menulis itu adalah sebuah pengalihan dari sifat burukku yang tidak bisa mengatakan resah tersebut dengan lisan. Tampaknya aku sudah tidak sehat".
Kira-kira seperti itulah yang aku tanyakan, lalu kau mengatakan padaku;
"Jangan berhenti menulis, vid!". Kira-kira seperti itu jawabanmu. Maaf, seperti kau tahu ingatanku selalu terbatas.
Dari hal tersebut, aku ingin mengatakan padamu: "Kita bicara, dengan bahasa lisan tentunya". Dan ini tawaran, kau boleh menolaknya.


ps: Jangan tinggalkan aku, karena aku masih ingin mewujudkan cita-cita yang kita ucapkan pada saat itu (dulu), kita harus bertemu kembali di kampus (dalam suasana yang berbeda) tempat kita merangkai masa depan bersama untuk sebuah cita.

Senin, 24 Mei 2010

Harmoni jingga


Aku kira pendengaranku masih jelas (untuk mengatakan masih sehat) ketika kau mengatakan 'kadang cinta itu perih' (dan yang aku baca dari matamu, kau yang merasakan perih tersebut). Ketika aku bertanya kenapa (Sayang hanya di hati saja), kau mengatakan (yang kulihat dari matamu 'lagi-lagi'), "Aku tak bahagia melihatmu bersamanya".
Lalu aku bertanya kembali (masih dalam hati), mengapa semua tak menjadi nyata. Semua itu butuh pernyataan dan harusnya kau tahu ini dunia nyata bukan dunia dongeng, cerita, ataupun mitos belaka. Segala hal tentang perasaan, harusnya berwujud nyata dan semua dapat menjadi ada ketika semua itu telah dinyatakan dalam bahasa. Aku kira kau lebih tahu tentang arti (baca: makna) bahasa lebih daripada yang aku tahu. Tahu itu adalah alat kenapa tak kau gunakan untuk mengungkap semua tentang rasa.
Sudahlah. Ya, sudahlah..Sebenarnya aku sudah tahu tentang hal ini, jauh sebelum kau menampakkannya sebagai sasmita yang lagi-lagi aku harus menebaknya. Jangan egois dengan perasaan itu, jika tak ingin berbagi itu namanya sendiri. Dan sejauh ini itulah yang menjadi pilihanmu. Walaupun kau tahu aku tak pernah meninggalkanmu, bukan? (dan tak akan).
Menjadi satu dalam nuansa akan terasa indah, jika kejujuran ada sebagai muara dari rasa yang ada. Biarkan orang bicara apa, tetapi dogma-dogma yang selama ini ada sebetulnya itu penghalangmu. Bagaimana aku bisa tahu, jika semua itu semu adanya (dan itu alasan mengapa aku kecewa) dan tak berujung.
Namun, sekarang suasananya lain dengan dulu (dan kau tahu itu). Aku ingin menciptakan sebuah harmoni, untukmu dan terlebih dia yang menjadi bagian dari kenyataan dengan aku.
Dengarkan nada alunan 'A' ini yang aku ciptakan untukmu(aku memainkannya di G Mayor 7);
/................................../
................................./
...................................../
......................................//
"......................................" (kau yang isi bagian ini)




ps: ini hanya resah dari sasmita yang kau munculkan.

Rabu, 19 Mei 2010

Heart Painting

Wrong, if you said this morning was overcast. The morning was sunny there. The overcast was a sense of my heart. Yes, my heart is cloudy. Languish because of you. Ah ... not really because of you. However, because of me that can not give what is the hope.
Really I can not.
"Do not you force me to write of love."
"But that's what I want right now."
"Then how should I write it, Han?"
Hani asked me to write. Yes, writing about my feelings to him. He wants them to love language. Maybe there is doubt in the liver, which is the reason about the one that begged. I can not if you have to write a love.

Soon the sky was bright. Ah ... was not long before the sky became overcast again. The sky was overcast this may be a sasmita. A sign asked to immediately prepare the coming of rain. Sometimes the rain came just as I do not want it. Perhaps also, the rain can become my inspiration to write of love. Ah ... the rain came nevertheless. But still I could not write it.
"Ren, I'm disappointed. I know you are always romantic with the words of others. Then, why not me? I just want you to write me love!"
Hani again asked what is the hope.

Okay, Hani. I will describe about feelings, rather than write about love. However, liver Painting. As this would:
"My hearts I can not tell you. Of course there are times when applications must be feeling in the nuances of words visualization. However, the meaning is always there as a representation of the heart. Do you begged me to write it. Because, basically human language (words) would not be enough to write it. Enough will I describe my feelings only. Then you will ask. Like what? First I would say through language, then will I represent to sell, eventually I hope you can see and feel how beautiful my heart. Yes, wonderful sense of my heart that I described in conjunction with an existing sense of love for yourself.
"Maybe it's just the rain that can diminish the color. So keep a good picture of this my heart. Later this will be an antidote to a very nostalgic to me. Then you will ask, why? Ah ... dear, again I remind you do not ask why. Yes, I would regret it.
"Painting is the work of my last heart for you. Painful is not it? It should you know before. Should nevertheless be beautiful you know my heart, will also amazed by the sense that I gave, in a promise of sincere hearts. I'm sorry for yourself. Will pintamu about writing love. Honestly I'm not a clearance sale the word love, I was honest I love you with all my heart. Therefore, I describe my heart. I hope you understand. I frame as a memorial. "

The sky was bright again as the rain had subsided. Ah ... wrong if you say the sky is sunny, bright my heart right back. As the rain stopped as the beginning of the Matari began to appear like the dawn of the morning painting my world in the liver.
"Good-bye love, I take my picture for you ..."

Senin, 17 Mei 2010

kenangan akan kenakalan



Aku ingin bercerita tentang jejak kenakalan.
Rasanya lucu, waktu kemarin melihat adikku dimarahi oleh Ibu. Lho? Kok Lucu sih?hehe. Ya seperti itulah kelucuannya. Adikku, bocah setengah yang sekarang duduk dibangku kelas lima sekolah dasar mulai menunjukkan 'kelelakiannya', maksudnya nakal-nakalnya sebagai anak lelaki mulai bikin pusing ibu. Bagaimana tidak pusing, seharian gak ada di rumah, ditambah perginya membawa sepeda, handphone yang sengaja dibelikan tidak dibawa. Sudahlah, sampai di rumah pukul lima sore habis dimarahi oleh ibu. Ketika dimarahi nangislah dia, dengan tersedu dan banyak mengucap maaf. Justru momen seperti itu yang buat aku tertawa. Rasanya dulu aku gak cengeng seperti itu.hehehe

Ah, tapi sebentar aku berpikir. Ternyata wajar orang tua mempunyai kekhawatiran berlebih, dan marah pun dirasakan wajar sebagai bentuk rasa sayang. Dan puaslah aku ketika suasana telah reda menertawakan adikku tersebut. Aku coba berbincang dengannya:
"Heh, Nyet. Ogo(cengeng) ah". Dia tidak berkomentar dan terus menangis tersedu-sedu.
"Makana tong bangor. Cicing di bumi coba. Jadi moal di amar ku mama". Dia masih tak mau bicara. Lucu, melihat dia menangis seperti itu. Kembali teringat aku dahulu, ketika seumuran seperti dia.Rasanya aku tak pernah membuat ibu atau pun bapak cemas. Ya, wajar karena aku tak terbiasa ke luar rumah. Hobi ku saat itu lebih senang bergelut dengan mainan-mainan berupa tokoh kartun yang sedang marak saat itu. Sampai kedua orang tuaku menyebut aku dengan istilah si 'eneng'...hehehe

Ya, ternyata semua diciptakan berbeda dengan berbagai karakter yang berbeda pula. melihat kejadian yang terjadi pada adikku kemarin membuat aku sadar tentang rasa cinta, sayang, dan memiliki terhadap orang tua, begitu pun sebaliknya. Mungkin aku jarang melakukan kenakalan dahulu, ketika adikku sekarang mulai bandel dan sering dimarahi rasanya lucu. Ya, lucu melihat perbedaan yang ada. Dan lucu melihat ketika dia menangis, tapi beberapa hari kemudian bandel lagi dan menangis lagi.hehehehe



Untuk adikku:
"Nakal mah wajar (biasa) asal jangan kriminal ya. Dan jangan lupa Sholat".

Sabtu, 15 Mei 2010

Sadar!

Ternyata benar. Mimpi itu sebuah keinginan yang terpendam dan teringinkan. Selepas aku tersadar bahwa benar aku hanya bermimpi, aku mulai sadari ketidakmampuan untuk menggapainya. Lalu, kamu berkata, "Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda". Namun, yang nyata kali ini aku gagal (lagi). Alur cerita akan lain ketika semua ada dalam kegagalan. Benar, kali ini aku down tak bisa berpikir realistis menerima semua keadaan yang ada. Selang beberapa dari hari ini, aku mau istirahat saja. Tanpa berpikir, tanpa kelumit jejak studi, tanpa cinta, tanpa kamu, dan tanpa hal lainnya yang mengandung muak nuansa.
Ketika aku mulai ingin berlari, kakiku tak bisa lagi ku ajak berlari. Ketika aku bercita, ternyata yang ada hanya menjadi angan yang tak tersampaikan. "Mulai lagi saja, sayang." itu katamu. Tapi aku lagi jenuh, kita bercinta saja? Bagaimana?

Kamis, 06 Mei 2010

Untuk Firasat

Dewi Lestari – Aku Ada

Melukiskanmu saat senja
Memanggil namamu ke ujung dunia
Tiada yang lebih pilu
Tiada yang menjawabku
Selain hatiku dan ombak berderu

Di pantai ini kau selalu sendiri
Tak ada jejakku di sisimu
Namun saat ku tiba
Suaraku memanggilmu
Akulah lautan kemana kau selalu pulang

Jingga di bahuku
Malam di depanku
Dan bulan siaga
Sinari langkahku
Ku terus berjalan Ku terus melangkah Kuingin ku tahu engkau ada

Memandangimu saat senja
Berjalan di batas dua dunia
Tiada yang lebih indah Tiada yang lebih rindu Selain hatiku andai engkau tahu

Di pantai itu kau tampak sendiri
Tak ada jejakku di sisimu
Namun saat kau rasa
Pasir yang kau pijak pergi
Akulah lautan memeluk pantaimu erat

Jingga di bahumu
Malam di depanmu
Dan bulan siaga
Sinari langkahmu
Teruslah berjalan Teruslah melangkah Ku tahu kau tahu aku ada

Lirik lagu di atas merupakan jawaban terhadap rindu, galau, risau, dan kacaumu. "Teruslah berjalan, teruslah melangkah, ku tahu kau tahu aku ada". Jangan berhenti untuk selalu mendoakanku.


p.s. Aku pernah mengingatkanmu melalui tulisanku yang dahulu.. "Hari ini; cerita untuk masa depan yang...(tanpaku)".