Senin, 17 November 2014

Namamu, nak: Arti, Pertanggungjawaban, dan Doa.

Tepat dipernikahan kami yang memasuki tahun kedua, kami diberi amanah untuk membesarkan dua anak. Anak pertama kami lahir pada hari Jumat dini hari pukul 01. 20 lelaki bernama Adam Nahari Sastraguna. Selang setahun, anak kedua kami lahir. Tepatnya lahir hari Kamis sore pukul 16.20, lelaki bernama Alby Aksa Sastraprawira. Keduanya lahir melalui proses cecar yang sangat menguras tenaga ibunya. Tulisan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap pemberian nama terhadap kedua anak kami. Tentang arti, pertanggungjawaban, dan doa kami orang tua.

ADAM NAHARI SASTRAGUNA
Adam Nahari Sastraguna, anak lelaki pertama kami ini lahir dengan proses persalinan yang cukup lama. Setelah mengalami proses persalinan secara normal hingga pembukaan sepuluh, akhirnya dokter memutuskan untuk mengambil jalan operasi. Ada beberapa pertimbangan mengapa kami memutuskan untuk memberinya nama Adam. Adam, kami artikan sebagai nama yang merepresentasikan ke-lelaki-an. Adam pula yang merupakan lelaki pertama yang ada di dunia. Adam, diartikan sebagai anak lelaki pertama yang lahir dikehidupan kami. Kata 'Nahari' berasal dari bahasa Arab yang lebih kurang dapat diartikan sebagai pengorbanan. Selanjutnya, kata 'Sastraguna, melekat erat sebagai satu kesatuan. Walaupun sebetulnya arti kedua kata tersebut memiliki perbedaan. Kata 'Sastra' bermakna baik atau sesuatu yang mengandung kebaikan. Sedangkan kata 'guna' bermakna kegunaan, memiliki guna, atau berguna. Dengan demikian, Adam Nahari Sastraguna bermakna lelaki baik yang siap berkorban bagi keluarga, agama, negara, dan bangsa. Itu harapan dan doa kami sebagai orang tua bagi dia, Adam Nahari Sastraguna.

ALBY AKSA SASTRAPRAWIRA
Alby Aksa Sastraprawira, anak kedua kami yang lahir bertepatan dengan peringatan hari Pramuka 14 Agustus 2014. Bukan tanpa alasan kenapa kami memutuskan melakukan proses persalinan pada tanggal tersebut. Hari Pramuka setiap tahunnya selalu diperingati tanggal 14 Agustus, tanggal dan hari ini merupakan hari yang spesial bagi bapak kami Rustam Efendie. Beliau merupakan pegiat aktif dalam dunia kepanduan/pramuka di Indonesia. Sebagai bentuk hormat terhadap beliau, kami persembahkan kelahiran anak lelaki kedua yang mudah-mudahan kelak bisa meneruskan tradisi berbakti baik yang diwariskan dari bapak kami.
Alby, albi, qalbi dalam bahasa Arab dapat berarti hati. Pelafalan kata qalbi/qalbu dalam bahasa Arab Mesir dilafalkan 'albi', sehingga kami memutuskan untuk menggunakan kata 'Alby' dengan menggunakan konsonan 'Y' sebagai nama anak lelaki kedua kami. Aksa, berasal dari kata 'ikhsan' yang telah mengalami proses pembentukkan kata secara etno-linguistik sehingga kata 'Aksa' tersebut bisa diartikan sebagai manusia. Kata Sastraprawira, melekat menjadi satu kesatuan walaupun dalam pemaknaan kami artikan secara terpisah. Kata 'Sastra' sama seperti apa yang kami harapkan pada nama anak lelaki pertama kami. Dari kata Sastra tersebut kami berharap kelak dapat menjadi manusia yang baik. Kata Prawira merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa Sunda yang berarti perwira atau kesatria. Dengan demikian, Alby Aksa Sastraprawira bermakna manusia baik hati dan berjiwa kesatria. Seperti itulah harapan dan doa kami bagi dia, Alby Aksa Satraprawira.
Jikalau tulisan ini menjadi sebuah bentuk pertanggungjawaban, kelak ini merupakan jawaban dari segala pertanyaan tentang arti nama kalian berdua, anak-anakku. Arti, makna, dan filsosofi nama kalian berdua merupakan harapan dan doa kami orang tuamu. Kelak, kalian akan tumbuh dewasa dan jadilah seperti yang kami berdua harapkan. 


Salam hangat dan penuh cinta 
Dari Ayah dan Mabun.
Takzim

Selasa, 25 Maret 2014

Tatal Perona

Dalam temaram lampu malam, aku mengingat (lagi) semua yang telah berakhir. Semua jalan yang terlintas seperkian detik yang lalu, aku tak bisa kembali pada nuansa—yang tadi ada. Ada masa ketika aku hendak kembali pada-Nya. Ada kala aku ragu pada waktu yang terus mengejar tiba. Namun, ada sebab dan ada akibat dari semua yang menjadi.
Soal menemanimu saat ini adalah akibat. Akibat dari adanya sebab rasa yang meminta. Yang mungkin ini tak bisa dijawab untuk sekedar menjawab semua tanya darimu seperti, “kenapa?”. Ini tentang rasa yang tak bisa dijawab dengan kata. Ini tentang hati yang tidak cukup diwujudkan lewat bahasa. Biar rasa ini selalu ada di hati, dan kamu tahu bahwa aku mau hidup samsara bersamamu.
Katamu, “Aku terjebak dalam perangkap yang kamu buat, sayang.”
Lalu
“Aku bukan gerilyawan yang siap menjebak dan membuatmu terperangkap dalam pasung yang kubuat. Ini tentang perwujudan rasa yang harus menjadi. Dan layaknya titian sungai, akhirnya muara itu ada pada dirimu.”
Gombal
Tertawa mungkin bisa melepas sejenak penat dalam sekap. Aku tahu, bahwa tertawa “bahagia” seperti ini jarang bisa kita lakukan, sayang. Hahaha...biar saja kita nikmati dulu barang sejenak ke-“bahagia”-an ini.
...
...
Kecupan lembutmu mengingatkan aku untuk kembali membumi. Ya, kembali pada kenyataan yang sebelumnya aku terlalu mengawang-awang dalam lamunan. Namun, adanya dirimu dalam dekapan membuat aku tahu bahwa ini hidup yang ada saat ini. Ini nyata, bukan dunia rekaan semata. Ini belawan, bukan sekaan yang menguap sebentar hilang. Sudahlah, aku terlalu melankoli dan sendu. “Mari kita bersama”, Kataku sembari mengajaknya hidup nyata.
Akhirnya;
“Mari kita lewati hidup yang penuh samsara ini. Biarkan sejenak yang lalu ada sebagai bagian dari alur hidup yang adakalanya dihinggapi digresi. Namun, kita percaya bahwa sekarang saat ini yang ada adalah dua rasa yang beradu—dalam sebuah traktat.”


Pagi di bulan Maret 2014