Minggu, 22 April 2012

Catatan di KM. 26


Cukup berapa lamanya waktu tertambat laun menjejak pada sebuah perhentian sementara. Menuju destinasi yang merupakan puncak kesungguhan akan sebuah pencarian (sederhana), dan lagi aku mencari sesuatu makna yang sengaja aku tuangkan dalam bentuk nuansa cinta—padamu. Sekarang aku sedang menuju ke sana, ke rumah yang kau janjikan hangat dan penuh nuansa cinta satu. Sebentar lagi tepat di Kilometer sebelum 27 aku singgah sementara untuk menjemputmu. Ya, aku rasa titian jalan ke depannya ingin selalu bersama denganmu. Lalu, ada harapan sejenak perjalanan ini akan semakin bermakna dengan adanya dirimu yang membawa suasana yang lain tentunya. Suasana di mana akan ada ceria, bahagia, dan tentunya rasa yang selalu kau suguhkan sebagai bentuk cinta. Aku bersyukur.
Sebentar tadi—sepanjang perjalan—aku coba memikirkan tentang masa depan, tentang kita, tentang ruang yang akan kita isi dengan penuh rencana yang nyata. Selalu saja aku tersipu dengan banyak rencana konyol yang seolah harus mendahului takdirnya untuk menjadi nyata.
“Aku ingin begini... aku ingin begitu..” begitu katamu yang banyak mau. Lalu, aku hanya tertawa dengan segala sikap gilamu yang anehnya aku suka. Aku pernah katakan;
“Suaramu bagus untuk sebuah rasa, dan baiknya kita bernyayi bersama bukan? Mari bersama.”
Kelak tulisan ini akan menjadi bagian dari sejarah, sebagaimana kita berdua memaknai hubungan ini dengan penuh rasa yang dewasa. Untuk apa, katamu? Lalu akan kukecup bibirmu sebagai tanda bahwa aku menyayangimu. Sungguh.







p.s.: tunggu aku di KM. 27