Sabtu, 02 Juni 2012

Simpul Hati (Sederhana)


Dari caramu melipat payung itu aku belajar. Bagaimana mungkin sesuatu yang lain harus sama dalam bentuk laku sederhana. Ya, sederhana.
“Hal yang seperti ini mah sederhana atuh…” Begitu katamu sembari jari lentikmu tetap menggerayangi sisian payung itu. Lalu bagaimana kamu bisa tahu, padahal aku tercengang melihat apa yang kamu lakukan. Setiap bentuk yang katamu sederhana tersebut seolah membuka kembali kenangan. Ya, bagaimana bisa kamu tahu, bahkan sedikitpun kamu tidak melihatku yang mulai meraba dengan banyak tanda yang—bingung—ada.
“Sudah selesai, sederhana bukan?” Seperti yang sejauh ini aku kenal, kamu tersenyum simpul mengguratkan suka. Senyumanmu membuatku sadar pada kenyataan, bahwa bukan dia yang hadir dalam setiap laku, ucap, dan senyum sederhanamu.
Masih dalam ingatanku bagaimana pertemuan kita yang dulu tampak tak sengaja. Kamu bergerak memendar pergi dengan rupa dingin yang secara nyata menjadi citramu. Padahal aku mengerti—saat ini—ketika alasan hadir sebagai jawaban dari rasa sungkan yang dulu ada sebagai bentuk tanya. Lalu, bukankah sederhana apa yang menjadi jawabitu? Sesederhana seperti yang kamu ucap saat melipat setiap bagian payung itu.
Jelas, saat ini aku sedang mengingat kembali ketika dengan sederhana kamu ada di depanku. Sambil tersenyum mengucapkan kata “sederhana”, aku mengingatmu pada payung yang saat ini ada pada genggamanku.

: tulisan sederhana, kawan (I. nanapu).

1 komentar:

Ira NanaPu mengatakan...

Tulisan sederhana, tapi tidak demikian bagi saya.
Sebuah apresiasi yg manis.
Aa tau? setiap lipatan payung, seandainya jika mereka punya mulut untuk bicara, tentu saja mereka ingin diposisikan pada tempatnya semula. Agar mereka dirapikan pada bentuk yg semestinya, itu cara sederhana bagi saya untuk menghargai barang-barang sederhana tapi sarat fungsi dan guna. (^_^)

jaga payungnya ya aa: "memorabilia"
hehehe...