"...perihal perjumpaan ini ibarat menemukan..." katamu.
Bagiku, "seperti bercermin dalam kaca yang jernih ada".
Kata 'temu'-saat ini- seolah menembus nuansa makna dari sekadar sebuah perjumpaan semata. Salah mungkin jika diawali sebuah 'Titik', karena bukannya titik selalu bermakna akhir dari sebuah awal? Lalu kita coba renungkan kembali lema yang menarik sebagai ungkapan kata (bahasa) dalam menerjemahkan makna kata 'temu' itu.
"Mana bagusnya? Air keruh seperti ini mana enak untuk dinikmati..." kataku
Dalam mithologi Yunani kita dikenalkan dengan narsisius yang kelak menjadi gejala narcism, sebuah gejala cinta yang riya. Dan yang menarik dari mithos tersebut yaitu medianya, dimana air menjadi sebab akan datangnya cinta yang riya tersebut. Bercermin melihat diri sendiri, lalu timbul cinta berdasarkan kejernihan yang nyata ada. (ber-) cermin menjadi pilihanku untuk mengungkapkan perjumpaan ini, yang anehnya selalu ada 'temu' yang sama disela ucap kata. Mau bagaimana lagi, kita tampaknya sama dalam selera makna yang menemukan.Bagaimana jika kita sama cinta? Setidaknya mencintai diri kita dalam pantulan cermin yang memantulkan dirimu dalam bayangan diriku.
"Lalu?" Terusik dengan suasana yang mulai terasa.
"Kamu percaya Jodoh yang diberikan Tuhan untuk kita?"
...............................................................................................
Aku ingin berbicara jodoh; "bukankah jodoh adalah titik temu itu, bukan?"
Seperti aku bahagia menemukan calon istriku (jodohku), seperti itu pula aku suka pertemuan dalam 'temu' yang unik denganmu.
:untuk kamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar