Selasa, 16 Agustus 2011

:Sebuah Pesan

Berdasarkan serupa makna yang ada, aku berlari mengejar semua yang tak sama dalam penantian akan sepi. Aku berupaya menunggu sesuatu yang tampaknya pasti, namun angan ingin berlari kembali dalam balutan duka yang semakin menyiksa. Oh, mengapa ada satu galau rasa? Tidak berhenti dalam sebuah harap yang pasti akan pada suatu makna yang satu. Hari ini tepat disekitaran bulan Agustus yang panas, aku berlari kembali dalam setiap pancaran setiap sinar matari yang menyengat.

Hidup harus terus berjalan—meski—tanpamu.

Jumat, 05 Agustus 2011

Elegi

Biarkan saja irama angin yang ada mengajakmu kemari, biar
rasa yang ada antara kita beradu dalam setiap pusaran mata angin
Biarkan saja waktu berlalu, karena langkah kita terlalu padu untuk sekedar berlalu
begitu saja
aku berujar, "jangan dengarkan mereka..."
biar
berlalu seperti kentut--yang hakikatnya angin juga, bukan?

Rabu, 13 Juli 2011

Secangkir Rindu

"Secangkir kopi saja cukup!" Pesanku saat itu.
Secangkir kopi dengan seruput kenikmatan. Setidaknya menghilangkan duka--yang mungkin sebetar lagi datang--ketika kamu pergi. Biar saja aku nikmati barang sebentar wajahmu, sambil menikmati secangkir kopi ini.
"Ini keputusan berat bagiku untuk meninggalkan asa". Begitu katamu. Namun, sayangnya semua tampak nyata ketika kata sudah tak mampu lagi mengajakmu untuk bertahan--di sini. Dengan upaya apa lagi agar semua rancana itu bisa berhenti sebatas wacana saja? Masih banyak titian yang mungkin bisa kamu capai sebagai bagian dari alu waktu. Bersama di sini dengan sebatas rangkaian ilmu yang coba direguk olehmu.
"Aku tidak bisa memaksamu!".
Mungkin saat ini kamu siap bergegas untuk pergi, yang entah kemana, kapan, dan untuk sesuatu hal apa aku tak tahu. Akan menjadi sebuah kenangan ketika pergi, sama seperti saat pertama berjumpa. Karena pada dasarnya setiap pertemuan dan perpisahan hakikatnya sama, bagaimana kita memaknainya.
Dalam secangkir kopi tidak hanya bercerita tentang persahabatan, obrolan, dan gurauan semata. Namun lebih jauh bagaimana menghilangkan rasa pahit yang ada dalam diri, agar rasa manis ada kembali seperti kopi dengan gula yang menyatu.
"Secangkir teh manis saja cukup!" Pintaku saat ini. Karena secangkir kopi akan mengingatkanku padamu.



p.s.: Untuk "F" semoga menemukan nuansa baru yang lebih indah. Kami di sini merasa kehilanganmu--sungguh.

Selasa, 05 Juli 2011

Pagi ini


Ada kebiasaan yang akhir-akhir ini menjadi rutinitas disetiap paginya. Disetiap pagi yang sejuk, setelah kokok ayam yang selalu setia menemani, aku segera bergegas meneguk segelas air putih. Lalu membuka pintu dengan penuh harapan. Ada yang menarik di sudut belakang rumahku. Ada sekelebat embun pagi yang coba menerawang dalam setiap paginya. Sisa udara yang masuk dalam setiap nafas tadi malam seolah menyeruak sesak menjadi nafas baru. Dalam pagi yang sejuk ini aku mencoba menelaah makna sinaran yang belum hendak beradu dalam mengawali hari ini. Aku termenung di sela antara tapal batas kerinduan.
Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya yang telah menjadi ruinitas, aku melihat ada bayangan dirimu dalam embun pagi yang berkelebat. Entah hanya terbawa nuansa sejuk yang ada, atau aku hanya sekedar merindu tentang asmara yang merana. Lagi-lagi yang ada gemericik air dalam pupil mataku ini. "Oogh...".
Pagi ini, seperti kebiasaan di pagi-pagi sebelumnya. Ada tetes yang menetes dalam setiap paginya, padahal tidak ada hujan pagi ini.

Senin, 20 Juni 2011

Ada cerita

Setelah hari ini tentunya akan ada esok, minggu, bulan, tahun menahun. Tak terasa sudah hampir satu semester aku melanjutkan studi, sejenak berharap bahwa cita-cita masih tertanam dalam jiwa untuk terus menuntut ilmu. inilah sekilas potret aktivitas studiku di Universitas Padjajaran Bandung, Program Studi Sastra Kontemporer.



Prof. Sapardi Djoko Damono

Dr. Titin Ma'sum



















Dr. Yati Aksa


Jumat, 27 Mei 2011

tatal rindu


Ada rasa yang telah lama tertambat dalam hati. Selaksa sukma yang tertanam dalam jiwa, seperti akar yang mengakar. Entah mengapa aku hanya bisa berkelakar, ketika aku sambut rupa wajah yang menjumput penuh harapan.
Aku pancangkan hati atas nama samsara yang kulalui. Hingga kelak ada cerita antara aku dan engkau...(dalam satu nama: cinta)

Selasa, 24 Mei 2011

Dongeng Senja


Suatu ketika,
tadinya aku tak ingin berandai-andai lagi. tapi, setelah sore kemarin aku mulai kembali berandai tentang kejadian.
seandainya kau masih hidup, tentunya aku tak akan seperti ini. aku selalu dipermainkan oleh perasaan, yang tak tahu selalu membawa ke lembah sengsara dan nestapa. seandainya kau masih hidup, tentunya kita akan bahagia bersama. bersama mengapai cita yang sama, karena sesungguhnya dirimu yang dapat mengerti aku. namun, sekarang hanya bagian dari cerita yang tak mungkin kembali lagi. Ya, seandainya...
seandainya kau tak angkuh, tentu kita tak perlu selalu bertengkar seperti ini terus. karena bahagia tidak datang dari langit, jadi kita musti memperjuangkannya. seandainya kau tak angkuh, tentunya kita bisa berbahagia, karena saat ini hanya kau yang menjadi citaku. namun, masih adakah sekarang rasa tentang asmara tersebut? Seandainya saja...
seandainya saja tak ada lelah, tentunya aku masih berharap tentang satu cita bersama denganmu. seperti rasa yang selalu kita jaga, kita bersama dari ketiadaan tentang rasa yang masing-masing hampa. seandainya saja tak ada lelah, tentu saat ini kita masih bisa tertawa. namun, kau terlalu egois dan tak pernah berpikir panjang tentang problema. seandainya saja...
sendainya saja semua ini terjadi, tentunya aku tak tahu harus berbuat apa lagi. setelah sebelah sayapku telah rusak, kini kau rusak kembali sayap yang ada sebagai penyangga hidupku. namun, ini hanya sebuah cerita saja. tanpa pretensi apapun, dan tentunya aku harap tak pernah terjadi.