Sabtu, 24 Mei 2008

Memaknai Kematian (Bukan Mitos)


:Renungan malam...


Kelahiran sangat ditunggu, tetapi belum tentu datang. Sedang kematian tidak ada orang yang menunggunya, padahal hal tersebut akan datang.
Begitulah Pramoedya Ananta Toer memaknai sebuah arti kematian. Niscaya sekarang di alam kuburnya Pram telah beshimponi dalam nuansa yang berbeda. Pram, meninggalkan kita pada tanggal 30 April 2006, dalam usia 82 tahun. Begitulah Pram meninggal, dalam sebuah nuansa yang sama sekali tak pernah orang lain bayangkan. Dengan deru kalimat syahadat yang terus menggema, dan seruan lain yang entah bermakna apa. Karet Bivak menjadi persemayamannya yang terakhir.
Pasca kematian Pram banyak yang mengambil untung dari nama besar Pram sebagai pengarang, manusia, dan sebagai warga semua bangsa. Nama Pram sontak ada dimana-mana, seolah terkena sindrom popular nama Pram sontak menjadi berita utama dalam setiap deru informasi—saat itu. Tentunya berita kematiannya yang menjadi kehebohannya. Dalam kuburnya mungkin Pram hanya tertawa sinis;
“Dan di dunia ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang… seperti dunia pasar malam. Seorang-seorang mereka datang… dan pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah kemana.”
Perkataan Pram di atas jauh ditulis sebelum waktu kematian itu mendekatinya. Dalam rentang waktu yang panjang tersebut Pram terus ber-dialektika dengan arti kematian. Mungkin kuburan yang berada di pemakaman Karet Bivak itu menjadi sintesis dari proses dialektika makna kematian tersebut.
Mungkin bagi orang(-orang) atau kelompok yang menamakan dirinya Pramis, harusnya segera memaknai arti tentang kematian tersebut. Sebagaimana pendapat Pram tentang kematian itu sendiri. Begitulah seharusnya, Pram harus tetap hidup dalam dunia gagasan dan ide tentangnya. Sehingga kematian bukan alasan untuk menjadikannya hanya sebagai simbol dari perlawanan semata. Yang lebih jauhnya, bukan hanya mitos, yang keakuratan dan keilmiahan-nya sangat disangsikan.
Untungnya saya bukan seorang Pramis, sebagaimana mereka bangga dengan embel-embel gelar tersebut. Saya, sebagaimana ditekankan oleh Pram tentang arti individual dalam diri. Dengan tegas saya nyatakan saya seorang DAVIDIS.
Anda mungkin akan tertawa. Tapi kelak anda akan mengerti arti tentang individualis.
Ya, saya kira begitulah harusnya. Orang ramai bicara tapi ucap semu. Pram, semoga kau tenang di alam sana. Jangan kau hiraukan tulisanku ini. Karena aku bukan Pramis seperti yang lainnya.

2 komentar:

Andalusia Neneng Permatasari mengatakan...

saya gak ketawa kok vid,,,,,

iya deh yang davidis^^

tapi jujur, sampe skrang sy gk ngerti dengan makna "individualis" yg banyak org katakan. Apa hanya dengan terlihat sendirian? sibuk dengan pemikiran sendiri? atau gimana?

iDaites mengatakan...

seperti yang saya sering katakan. Individualis disini lain makna dengan sifat individualisme. Pada dasarnya Pram mengajarkan kita untuk percaya akan kemampuan yang ada dalam diri kita. So...eksesnya pada sebuah rasa percaya diri yang terpola dalam diri.

Mungkin itu juga.^^