: 12 Mei
Boleh aku katakan kata itu keramat? Ah…bukan kata, tepatnya angka keramat, angka sial, angka kepahitan. Bagiku, bagi bangsaku, angka sial bukan lagi angka 13 tetapi angka 12. Ya, angka 12. Tepatnya 12 Mei. Kata orang, dan juga sebagian orang, tepat tanggal 12 Mei sepuluh tahun yang lalu, merupakan kepahitan yang teramat bagi bangsaku. Tepatnya setelah penembakan empat orang mahasiswa Trisakti yang kelak dikukuhkan sebagai pahlawan reformasi.
12 Mei sepuluh tahun yang lalu, merupakan awal dari deru perubahan yang dicita-citakan masyarakat selama ini. Ah…saudara, sebenarnya apa arti perubahan itu? Apa pula arti dari kebebasan? Ya, aku mengerti setiap manusia itu hakikatnya sebagai mahluk bebas. Manusia ingin selalu bebas dari segala bentuk nilai. Manusia bosan dengan nilai. Tetapi manusia tidak akan bisa menikmati kebebasan itu sebebas-bebasnya, manusia akan merasakan nikmatnya kebebasan tatkala terikat. Kebebasan yang terikat akan memberikan kenikmatan dalam nurani.
Aku teringat dengan pendapat Ortega “Esco Este Esco” manusia hidup bersama manusia lainnya. Dalam agama yang aku anut selalu mengajarkan hubungan baik dengan sesama manusia (kecenderungan Jama’iyyah). Alangkah indahnya kebebasan ini jika kita maknai dalam kebersamaan.
12 Mei sepuluh tahun yang lalu. Harusnya kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa itu. Harusnya kita juga dapat merenungi, ternyata tidak hanya dengan mulut perjuangan ini dapat mencapai titik tujuannya. Tetapi dengan usaha, dan bahkan dengan pengorbanan nyawa. Seharusnya kita memaknai kejadian tersebut, bukan hanya dengan cuap-cuap basi yang tak berguna.
Kita memiliki dua telinga dan satu mulut, maka semestinya kita bisa mendengarkan dua kali lebih banyak daripada berbicara (Epictus). Sudah saatnya kita lebih bijak dalam berbicara, berbuat, dan bertingkah laku. Lebih banyak mendengar, dan banyak bekerja untuk kemajuan bangsa ini. Semoga 12-12 Mei selanjutnya bukan lagi menjadi simbol kepahitan bangsaku ini, tetapi merupakan simbol kemajuan bagi bangsa Indonesia tercinta.
“Semoga bukan hanya dalam imajinasiku saja.”
SEMOGA SAJA.
Boleh aku katakan kata itu keramat? Ah…bukan kata, tepatnya angka keramat, angka sial, angka kepahitan. Bagiku, bagi bangsaku, angka sial bukan lagi angka 13 tetapi angka 12. Ya, angka 12. Tepatnya 12 Mei. Kata orang, dan juga sebagian orang, tepat tanggal 12 Mei sepuluh tahun yang lalu, merupakan kepahitan yang teramat bagi bangsaku. Tepatnya setelah penembakan empat orang mahasiswa Trisakti yang kelak dikukuhkan sebagai pahlawan reformasi.
12 Mei sepuluh tahun yang lalu, merupakan awal dari deru perubahan yang dicita-citakan masyarakat selama ini. Ah…saudara, sebenarnya apa arti perubahan itu? Apa pula arti dari kebebasan? Ya, aku mengerti setiap manusia itu hakikatnya sebagai mahluk bebas. Manusia ingin selalu bebas dari segala bentuk nilai. Manusia bosan dengan nilai. Tetapi manusia tidak akan bisa menikmati kebebasan itu sebebas-bebasnya, manusia akan merasakan nikmatnya kebebasan tatkala terikat. Kebebasan yang terikat akan memberikan kenikmatan dalam nurani.
Aku teringat dengan pendapat Ortega “Esco Este Esco” manusia hidup bersama manusia lainnya. Dalam agama yang aku anut selalu mengajarkan hubungan baik dengan sesama manusia (kecenderungan Jama’iyyah). Alangkah indahnya kebebasan ini jika kita maknai dalam kebersamaan.
12 Mei sepuluh tahun yang lalu. Harusnya kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa itu. Harusnya kita juga dapat merenungi, ternyata tidak hanya dengan mulut perjuangan ini dapat mencapai titik tujuannya. Tetapi dengan usaha, dan bahkan dengan pengorbanan nyawa. Seharusnya kita memaknai kejadian tersebut, bukan hanya dengan cuap-cuap basi yang tak berguna.
Kita memiliki dua telinga dan satu mulut, maka semestinya kita bisa mendengarkan dua kali lebih banyak daripada berbicara (Epictus). Sudah saatnya kita lebih bijak dalam berbicara, berbuat, dan bertingkah laku. Lebih banyak mendengar, dan banyak bekerja untuk kemajuan bangsa ini. Semoga 12-12 Mei selanjutnya bukan lagi menjadi simbol kepahitan bangsaku ini, tetapi merupakan simbol kemajuan bagi bangsa Indonesia tercinta.
“Semoga bukan hanya dalam imajinasiku saja.”
SEMOGA SAJA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar